-kita singsingkan lengan baju,kepalkan tangan..kita hajar kebodohan...,tau diri,kenali diri, dan kita jaga diri...hantam ketidakpastian jati diri...pengecut bukanlah jati diri yang sejati...tunjukkan pada dunia, kita adalah manusia yang harus dipuji-...........generasi vodkabilly...\m/

Sabtu, 31 Juli 2010

Penentuan titik kontrol dengan GPS

Oleh:

Abdul Wahid Hasyim1) , M. Taufik2)

awhasyim@yahoo.com, taufik_srmd@yahoo.com
1) Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya Malang, sedang menempuh S3 Penginderaan Jauh di Institut Teknolologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya,
2) Dosen Pasca Sarjana Teknik Sipil FTSP-ITS, bidang Penginderaan Jauh

Abstrak
Ketersediaan peta skala besar untuk kepentingan perencanaan di beberapa daerah atau bahkan hampir di semua daerah di Indonesia sulit ditemui. Peta skala besar 1: 1000 umumnya diperlukan untuk rencana-rencana setingkat RTRK, dan 1: 5000 setingkat RDTRK. Perencanaan dengan peta skala besar sangat memerluan akurasi posisi yang tepat karena membutuhan kedetilan yang tinggi misalnya, ketepatan pengukuran persil untuk perhitungan IMB, dan penempatan penataan kawasan dengan guna lahan pemukiman, pendidikan, komersial dan lainnya pada lahan yang seharusnya.
Koreksi geometri pada peta skala besar untuk kepentingan klasifikasi pada citra dapat dilakukan dengan salah satu metode pengukuran dengan menggunakan alat bantu GPS. Selanjutnya dilakukan pengambilan GCP pada lokasi terpilih secara berulang untuk memperkecil kesalahan dilapangan. Pada penelitian ini jumlah sampel akan ditentukan beragam agar terlihat perbedaan kesalahan yang mencolok, sehingga selanjutnya kesalahan pengambilan ataupun penentuan sampel dapat dihindari untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Kawasan studi terpilih adalah Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan.

Kata Kunci: GCP, GPS, Koreksi Geometri, Peta Skala Besar

I. Pendahuluan
1.1 Latar belakang

Akhir-akhir ini GPS (Global Positioning System) menjadi sangat populer dan merambah dalam kehidupan masyarakat yang keranjingan teknologi. GPS menjadi salah satu gadget yang diburu agar tidak tertinggal oleh perkembangan jaman. Mengetahui peluang tersebut, para produden tidak tinggal diam mulailah diciptakan secara kreatif GPS yang yang terintegrasi dengan fungsi-fungsi lainnya misalnya telepone seluler (mobile phone) dan lain sebagainya.

GPS adalah satu-satunya sistem navigasi ataupun sistem penentuan posisi, selama beberapa abad ini, yang mempunyai karakteristik prima yang dapat memberikan informasi tentang posisi, kecepatan, dan waktu secara cepat, akurat, murah, dimana saja di bumi ini pada setiap saat tanpa tergantung cuaca (Soni Darmawan, Pusat Penginderaan Jauh, ITB, 2008).

Disisi lain, citra satelit merupakan perangkat vital untuk keperluan informasi pemetaan guna lahan (land use) dan tutupan permukaan lahan (land cover), maupun SIG (Geographic Information System) dll. Pencitraan (remotely sensed images) seringkali dianggap sebagai peta yang merupakan hasil proses radiometric dari permukaan bumi. Untuk memperoleh informasi peta yang benar harus memperhatikan faktor lain, yaitu penyimpangan geometri yang harus dikoreksi pada sebuah citra. Koreksi geometri atau juga dinamakan rektifikasi adalah kegiatan memperbaiki kemencengan (error), rotasi dan perspektif citra sehingga orientasi, projeksi dan anotasinya sesuai dengan yang ada pada peta.
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam penginderaan jauh adalah bagaimana memperoleh dan menangani data secara geometri dari sebuah citra. Untuk memperoleh citra yang benar secara geografis, harus dilakukan koreksi geometri. Cara melakukan koreksi geometri bisa bermacam-macam sangat bergantung tujuan yang diinginkan. Dari kebutuhan koreksi geometri dengan kemampuan ketepatan titik kontrol tanah (GCP) tinggi hingga rendah. Khusus untuk kegiatan perencanaan perkotaan yang membutuhkan peta skala besar, dapat menggunakan citra resolusi tinggi seperti: SPOT, IRS 1 C/D, IKONOS, QuickBird dengan ketepatan akurasi GCP tingkat sedang.
Kemajuan teknologi menjadikan kemampuan resolusi digital sangat dibutuhkan bagi citra untuk keperluan penginderaan jauh, karena didalamnya tersusun piksel/pixel (picture element) yang sangat banyak jumlahnya dan tiap 1 piksel mengandung beragam data dilapangan atau dikenal sebagai resolusi spatial. Oleh sebab itu untuk menghindari berbagai kesalahan pembacaan data citra, perlu dilakukan titik kontrol tanah (GCP/ Ground Control Point) diberbagai tempat agar diperoleh ketepatan yang maksimal pada proses koreksi geometri. Pada negara berkembang khususnya Indonesia, perkembangan peta skala besar untuk keperluan pembangunan dan informasi perkotaan sangat lambat dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah pendududuk dan ekonominya. Umumnya masih mengandalkan peta-peta garis yang sudah tertinggal dengan kebutuhannya, dan terkadang masih digunakan sebagai dasar GCP. Hal ini tentu akan mengakibatkan tingkat kesalahan yang tinggi pada koreksi geometrinya. Dengan kondisi tersebut maka, untuk memperoleh koreksi geometri pada resolusi tinggi GPS dapat digunakan sebagai alternatif yang memiliki akurasi dibawah 10 m.
Studi ini memilih kawasan Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan, dengan pertimbangan lokasi telah terbangun, bentuk kawasan mudah dikenali, luas kawasan studi tidak terlalu besar sehingga sesuai untuk peta skala besar.

1.2 Rumusan Masalah
Terbatasnya ketersediaan peta skala besar yang telah terbaharui untuk kepentingan perencanaan perkotaan, akan menghambat proses koreksi geometri agar menghasilkan analisis dengan tingkat akurasi yang lebih baik. Dari uraian latar belakang diatas diperoleh rumusan permasalahan, sebagai berikut:
a) Bagaimana pola sebaran pengambilan GCP pada kawasan studi dan citra untuk menghindari kesalahan dan simpangan yang besar?
b) Bagaimana memperoleh titik kontrol tanah (GCP) pada kawasan perkotaan dengan cepat dan mudah untuk keperluan koreksi geometri suatu citra?
c) Bagaimana menentukan GCP dengan nilai kesalahan dan simpangan rendah?

1.3 Tujuan Penelitian
a) Mengetahui pola sebaran GCP di lapangan dan citra agar terhindar dari kesalahan dan simpangan yang besar.
b) Memperoleh GCP dengan mudah dan cepat untuk keperluan koreksi geometri suatu citra.
c) Menentukan GCP dengan nilai kesalahan dan simpangan yang rendah

1.4 Alat dan Bahan yang digunakan
a) PC Intel(R) Core (TM)2 Duo, E4600 @ 2.4 Ghz
b) GPSMap 76 Csx
c) Software Mapsource v 6.14.1
d) Google Earth
e) Microsoft Office Excel 2007

II. Tinjauan Pustaka
2.1 GPS dan jenis perangkat
GPS atau Global Positioning System adalah suatu sistem navigasi yang berbasis pada satelit yang tersusun pada suatu jaringan yang berjumlah 24 buah yang terletak pada garis edar bumi yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Awalnya GPS digunakan untuk kebutuhan militer, tetapi kemudian pada tahun 1980-an Pemerintah Amerika Serikat memberikan ijin untuk penggunaan masyarakat umum. GPS dapat digunakan dalam berbagai kondisi cuaca, dimanapun di dunia selama 24 jam/ hari dan tidak dikenakan biaya apapun dalam menggunakan jasa ini (www.garmin.com).
Terdapat 3 macam jenis GPS, yaitu;
• Geodetic,
• Mapping, dan
• Navigasi.

Pada GPS Geodetic memiliki sistem penerima (receivers) dual frekwensi yaitu mampu menangkap 2 signal L1 dan L2 bersamaan. GPS tersebut umumnya digunakan untuk keperluan survey dengan tingkat akurasi sangat tinggi dan tingkat kesalahan dibawah centi meter, misalnya kegiatan survey: konstruksi, jalan bebas hambatan, pengeboran, dan lain sebagainya.

GPS Mapping memiliki frekwensi tunggal (single frequency) yang berfungsi menerima dan mengumpulkan data-data spatial untuk kemudian dituangkan dalam kegiatan GIS/SIG (sistem informasi geografis). Tingkat ketelitian GPS ini termasuk medium (menengah) dengan kesalahan dibawah meter hingga beberapa meter (<10m).>

GPS Navigasi biasa digunakan oleh sipil. Perangkat ini memiliki kemampuan lebih rendah dari GPS Mapping karena keterbatasan pada track log maupun penyimpanan waypoint (www.garmin.com) dan bahkan fasilitas kompas ataupun altimeter tidak ditemui.

2.2 Akurasi GPS

Kemampuan akurasi maupun kelengkapan fasilitas yang berbeda-beda pada jenis GPS mengakibatkan harga yang ditempelkan pada perangkat tersebut atas atas nilainya bisa berbeda dengan selisih yang jauh, dari 1 juta hingga ratusan juta bahkan milyar.

Pada 2 jenis GPS terakhir (Mapping dan Navigasi), memiliki akurasi semakin baik pada akhir-akhir ini. Dua hal utama yang mempengaruhi keakuratan GPS adalah Selective Availability (SA) dan multipath. SA adalah upaya sengaja dari pihak Departemen Pertahanan Amerika Serikat untuk mengurangi akurasi GPS dalam rangka melindungi negaranya. Awalnya SA menyebabkan akurasi GPS sebesar 100 meter, artinya posisi obyek berada dalam radius 100 meter dari yang seharusnya. Beruntunglah pada awal tahun 2000 Pemerintah Amerika Serikat mencabut kebijaksanaan SA tersebut sehingga akurasi GPS pada umumnya menjadi sekitar 10 meter. Angka ini cukup memadai untuk GPS genggam. Dengan asumsi peta yang kita tampilkan di layar memiliki skala 1:10.000, maka kesalahan 10 meter di lapangan hanya setara dengan 0,1 milimeter di layar display GPS, artinya tidak masalah jika diabaikan (Larry A Wagnet, Kompas, 2 April, 2004).

Keakuratan juga dipengaruhi oleh gangguan yang disebut dengan multipath. Kesalahan ini terjadi akibat sinyal yang ditangkap oleh antena GPS terpantulkan terlebih dahulu ke obyek di sekeliling GPS semisal gedung maupun batang pohon. Artinya, posisi yang terekam oleh antena GPS sebenarnya adalah posisi gedung atau pohon yang memantulkan sinyal tersebut dan bukannya posisi kita berdiri. Untuk menghindari hal tersebut, dianjurkan pada saat mengoperasikan GPS hendaknya memilih lokasi yang relatif terbuka.

Cara lain yang populer untuk aplikasi sipil adalah Differential GPS atau disingkat DGPS. DGPS menggunakan satu stasiun Bumi penerima sinyal GPS. Karena stasiun Bumi ini tahu persis lokasi sesungguhnya, ia bisa menghitung seberapa besar kesalahan informasi GPS pada satu waktu tertentu. Informasi kesalahan ini dikirimkan oleh stasiun DGPS ke alat penerima DGPS agar bisa membuat koreksi yang lebih presisi. Beberapa negara memutuskan membangun sistem DGPS nasional, misalnya, USCG DGPS (United States Coast Guard DGPS) dan WAAS (Wide Area Augmentation System) di AS, CDGPS (Canada-wide DGPS) dan AMSA DGPS (Australian Maritime Safety Authority DGPS). DGPS biasanya punya akurasi sampai 1 meter, tetapi makin jelek jika semakin jauh dari stasiun Bumi DGPS (www.navigasi.com/forum).

2.3 Titik Kontrol Tanah (GCP)

GCP (Ground Control point) atau titik kontrol tanah adalah proses penandaan lokasi yang berkoordinat berupa sejumlah titik yang diperlukan untuk kegiatan mengkoreksi data dan memperbaiki keseluruhan citra yang akhirnya disebut sebagai proses rektifikasi. Tingkat akurasi GCP sangat tergantung pada jenis GPS yang digunakan dan jumlah sampel GCP terhadap lokasi dan waktu pengambilan.
Lokasi ideal saat pengambilan GCP adalah perempatan jalan, sudut jalan, perpotongan jalan pedestrian, kawasan yang memiliki warna menyolok, persimpangan rel dengan jalan dan benda/ monumen/ bangunan yang mudah diidentifikasi atau dikenal. Perlu dihindari pohon, bangunan, dan tiang listrik selain sulit diidentifikasi, karena kesamaannya yang tinggi.

III. Metodologi
Pada saat akan melakukan GCP, terdapat 3 hal yang harus diperhatikan:
i) Tingkat Akurasi, yang bergantung pada jenis perangkat GPS yang digunakan
ii) Lokasi pengambilan sampel, berkaitan dengan tempat pemilihan titik-titik kontrol dilapangan pada daerah/ sudut yang mudah dikenali.
iii) Merupakan kawasan skala kota: 1:5000, 1: 1000
3.1 Rata-rata Hitung
Jumlah sampel yang lebih dari satu pada suatu kawasan bertujuan untuk memperkecil kesalahan akibat kualitas signal satelit yang selalu berubah, dapat disebabkan karena jenis perangkat, dan lingkungan sekitar yang menghalangi daya tangkap signal. Rata-rata hitung dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan terjadi atau kenaikan dari suatu target yang diinginkan.

Jumat, 30 Juli 2010

Teknologi Ramah Lingkungan

Kemajuan teknologi menjadikan kehidupan lebih mudah dan menyenangkan, tapi dampak negatif kemajuan itu juga tidaklah sedikit, misalnya polusi yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan pemborosan sumbar daya alam yang tidak dapat diperbaharui.Seandainya kemajuan teknologi hanya mengutamakan kecanggihannya tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya bagi kehidupan maka sesungguhnya kehadirannya bukanlah kemajuan tapi justru sebuah kemunduran. Teknologi yang merugikan bagi lingkungan adalah sebuah belati yang menikam dari belakang.

Kehadiran teknologi ramah lingkungan adalah solusi bagi kehidupan berkesinambungan yang dapat dipertanggungjawabkan, kebutuhan akan hal itu adalah mutlak. Jika tidak , maka hal itu akan menjadi beban berat bagi generasi berikutnya dimana mereka akan mewarisi sampah polusi dan segudang masalah lingkungan yang mempengaruhi kehidupan paling dasar.

Sayangnya kemajuan teknologi ramah lingkungan ini masihlah hal langka (juga mahal), hanya dapat dinikmati dengan pengorbanan sumber daya yang besar dan oleh negara-negara maju saja. Sementara masyarakat negara berkembang masih kesulitan mengakses teknologi semacam ini. Padahal banyak sumber daya alam dan pendukung kehidupan bumi berbasis di negara-negara berkembang. Sehingga terdapat kesenjangan antara usaha pelestarian lingkungan dengan penerapan teknologi yang mendukungnya.

Kesenjangan ini hanya dapat diatasi jika negara maju memberikan kemudahan bagi negara berkembang untuk mengakses teknologi ramah lingkungan yang mereka hasilkan seluas-luasnya. Sehingga ada sinkronisasi antara pelestarian lingkungan dengan teknologi yang digunakan. Jangan sampai ketika negara berkembang dapat menikamati teknologi ramah lingkungan pada saat itu lingkungan sudah terlanjur rusak atau terpolusi parah, hutan telah habis, air tercemar, udara kotor, sampah menumpuk, sumber daya alam menipis drastis, dan manusia sedang sakit-sakitan menghadapi gejala perubahan iklim global.

Tentu ironis sekali ketika sebuah mobil hybrid yang ramah lingkungan melintas di sebuah kawasan, dimana di salah satu sudutnya terdapat sampah yang menumpuk, display pencatat kondisi udara menunjukkan kandungan CO2 yang tinggi, air kekuningan melintas disungai yang tak ada lagi ikannya, dan disalah satu rumah sedang terbaring seorang anak yang sakit karena udara kotor…

terjebak dalam rutinitas yang sama




hueh..hueh..huehhh...baru bisa nulis lagi ni,stelah sekian lama vakum dari dunia blogger....ampir 2 bulan kali ya gw baru bisa nulis lagi,,anyway,,,gw merasakan kebosanan yg luar biasa stelah perang dengan sesuatu yang namanya uas - entah bisa kita sebut sebagai ap "uas" itu:P-
Dengan tingkat boring yang tinggi dalam darah gini rasanya pengen bgt refreshing ke luar -kota boleh,negeri jg boleh(ngarep mode:ON)- ......rasanya pengen bgt menuju tempat ini















dengan segala panoramanya keindahanya...:-(


Arrrggghhh...ya Allah....kapan saia bisa kesana,,wlopun sekarang ud libur tp msh aj g sempet T.T...org2 pd pergi KP mua,,mw ksna sendiri takut tersesat -heuheuheu-